CERITA KEBAYA

NISA ALWIS– MERAWAT KESELARASAN ALAM PIKIR DAN JIWA

Nisa Alwis (di tengah) saat bersama keluarga yang saling hormat dan mendukung satu sama lain

Oleh: Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Semula terdengar kegiatan dari Perkumpulan Bakung yaitu sebuah komunitas dengan agenda diskusi. Materi yang dibahas berkenaan masalah sosial, budaya dan politik. Mereka berkumpul dan membahas hal-hal yang dikemukakan personil di komunitas tersebut. Jika dianggap urgent maka komunikasi dilakukan juga melalui WA atau bicara langsung lewat telpon. Asyik saja, yang harus digarisbawahi adalah pesan dan solusi bisa disepakati bersama, dan itu sama artinya dengan mengurai ”beban” yang dialami.

Sebelum kegiatan ini sampai di telingaku, lebih dulu disimak tentang keterampilan perempuan yang bernama lengkap, Nisa Alwis (48) dalam meracik minuman sehat. Minuman yang diraciknya dari beberapa jenis buah. Yang lebih oke lagi minuman sehat ini telah berhasil memikat perhatian para pembeli yang tersebar di beberapa kota.

Menarik, karena kenyataan itu sudah berlangsung tahunan. Dengan label dagang yang sangat komunikatif, “Ramuan Ibu Nisa.” Walau kata pembuatnya mengaku karena masih harus berkonsentrasi dengan beberapa pekerjaan, maka kini pengadaannya hanya berdasarkan order. “Saya mendahulukan, para pembeli yang sudah menjadi pelanggan tetap. Ada yang di Papua. Tentu biaya kirim cukup mahal, namun karena mereka tetap minta ya saya sediakan,” sibak Nisa dalam langkah memenuhi permintaan pelanggannya.

“Ramuan Herbal Ibu Nisa” minuman herbal maknyos buatan Nisa. Foto : Mario Ikada

Terasa sangatlah kental pertanggungjawaban moral Nisa. Mengingat saat ini masyarakat riuh mencari pasar. Kenyataannya, Ibu dari dua putra dan seorang putri itu justru mengerem diri di alur bisnis minuman herbalnya karena harus” bersedekah” waktu, pikiran, wawasan kepada komunitas Perkumpulan Bakung yang anggotanya juga datang dari berbagai suku agama, profesi, dan jenjang jenjang sosial yang berbeda.

Belum lagi, tugas mulia yang diemban. Ia dan saudaranya masih harus memantau kehidupan, perkembangan pendidikan para santri di Pesantren Darul Iman yang didirikan ayahnya. Pesantren yang terletak di desa Kadiluwung, Kecamatan Banjar, Padeglang, kini tercatat ada 200 orang santri, termasuk santri yang pulang-pergi. Artinya tidak mondok atau tinggal di pesantren. Diakui Nisa jumlah santri pernah mencapai 600 orang. Mengapa berkurang tentu muncul beberapa alasan.

Kesibukan yang melilit pasti harus membutuhkan jiwa dan raga yang sehat. Sejak lama Nisa meracik herbal, tentu kaitannya untuk membuat tubuh sehat. Tak hanya diri sendiri dan keluarga, namun diharapkan juga orang lain. Terkesan bahwa membentuk jiwa yang sehat, Nisa terus dan terus melatih berpikir positif dan memperluas wawasan. “Jangan seperti katak dalam termpurung. Kita harus buka mata untuk melihat kemajuan hidup manusia dan tak hidup sekadar di bawah dogma. Dan banyak mendengar banyak hal agar jiwa kita lebih jernih. Juga berbagai berita yang diantar ke otak pun lebih murni,” tegasnya.

Nah, banyak orang pintar berbicara, pintar memintal berbagai kegiatan, termasuk pintar mengeritik orang lain, hingga tidak punya waktu untuk mendengarkan dirinya sendiri, yang kemudian bertumbuh dari sesi mendengar itu. Semakin banyak mendengar maka semakin cerdas dalam mengevaluasi diri. Selanjutnya semakin tak pelik pula melakukan perbaikan kualitas diri.

Nisa rasanya masuk dalam golongan orang seperti itu. Itu terbukti dari pandangan dan tindakannya, baik di tengah lingkungan pesantren, juga lingkungan di mana ia berada bahkan dalam masyarakat luas. Menurut Nisa yang bertubuh ramping itu, dia berusaha merawat hubungan antar umat beragama dengan baik.

Bagaimana menurut Anda artikel ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *