
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Ratusan wanita mengikuti Parade Kebaya Nusantara di halaman Keraton Solo, Sabtu (4/6/2022).
Wanita dari berbagai usia dan profesi di Solo Raya ini tampak anggun dan cantik saat mengenakan kebaya dalam parade tersebut.
Di antaranya barisan Putri Solo yang selama ini ikut mengembangkan pariwisata.
Salah satu peserta, Auria Intan Permata mengatakan, dia bangga mempromosikan busana kebaya.
“Kebaya ini bukan suatu pakaian adat yang kuno, tapi bisa mengikuti perkembangan zaman yang ada,” katanya kepada TribunSolo.com.
Dia menuturkan, banyak komunitas di Solo yang mempromosikan kebaya, terutama untuk kaum milenial.
Hal ini untuk membangun citra, bahwa kebaya tidak hanya digunakan untuk acara formal saja. Karena sejak dahulu, kebaya dikenakan untuk aktivitas sehari-hari
“Kebaya juga bisa digunakan saat kita lagi nongkrong, jadi anak-anak muda lebih terbuka dan mencintai tren budaya kita,” ucapnya.
Ketua Tim Nasional Kebaya Nasional, Lana T Kuncoro menjelaskan, tujuan diadakannya Parade Kebaya Nusantara ini untuk mematenkan kebaya sebagai identitas bangsa.
“Penetapan hari kebaya nasional akan diajukan oleh tim nasional kepada pemerintah, untuk pelestarian kebaya,” ujarnya.
“Berbagai langkah terus disiapkan, dengan mengajak kominitas sebanyak mungkin untuk bergabung,” tambahnya.
Lana menuturkan, ada 3 tujuan Parade Kebaya Nusantara ini. Yakni untuk mengusulkan hari kebaya nasional, mengusulkan ditetapkannya kebaya sebagai warisan budaya tak beda, dan mengusulkan diajukannya kebaya warisan dunia UNISCO.
Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa, mengapresiasi Parade Kebaya Nusantara. “Itu tidak salah, karena pusat budayanya ada di kita,” katanya.
Dia menuturkan Pemkot Solo telah berkomitmen dengan busana adat, dengan menerapkan aturan ASN putri mengenakan kebaya setiap hari kamis. Sementara untuk ASN putra mengenakan Jawi Ladran.
Dia berharap, semua pihak bisa menggaungkan busana asli daerah ini.
Penampakan Selvi Ananda
Penampilan Selvi Ananda tampak berbeda dengan kebaya batik warna kuning dikombinasikan jarik merah.
Usut punya usut, istri Gibran Rakabuming Raka itu tak sembarangan memakai batik berwarna-warni tersebut.
Dia datang saat acara Himpunan Ratna Busana (HRB) di Museum Danar Hadi, Kota Solo, pada Jumat (29/10/2021) pada pukul 10.00 WIB. Pesonanya memancar, dengan rambut yang di sanggul itu.
Terkait makna baju yang dikenakan hari ini, Wakil Ketua HRB, RAy Febri H Dipokusumo blak-blakan kebaya batik yang dikenakan bukan sembarangan.
“Pola yang digunakan masuk dalam batik Indonesia dilihat juga corak dan warnanya,” ujarnya kepada TribunSolo.com, Jumat (29/10/2021).
Menurut Febri, batik yang dikenakan memiliki sifat aman. “Ini malah lebih aman, saat digunakan acara karena kalau batik dari keraton harus dimaknai maknanya,” ungkapnya.
Febri menjelaskan batik Indonesia diperkarsai oleh Presiden Soekarno yang ingin menggabungkan batik Nusantara.
Motif nusantara yang diwarna, dengan warna beragam seperti warna merah, hijau dan kuning.
“Batik Keraton ada filosofi tapi kalau batik modern monggo karena tidak membatasi kreativitas motif batik,” ujarnya.
Pesan Selvi Ananda
Selvi Ananda, menilai makna batik harus dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat.
“Nguri-nguri budaya, masyarakat perlu diperkenalkan dengan makna batik, agar semakin cinta dengan batik,” terangnya.
“Saya juga masih belajar karena banyak pakem-pakem yang harus diperhatikan,” ungkap dia.
Selvi menambahnya banyak aturan penggunaan batik, terutama pada batik asal Keraton Solo.
“Seperti batik Slonog, tidak boleh dikenakan untuk acara suka cita karena arti dan makna untuk duka cita, jadi informasi ini harus disampaikan agar saat berkreasi tidak salah makna,” ujarnya
Meski demikian, Selvi Ananda mengatakan saat ini mendukung masyarakat berkreasi dengan pola batik tapi harus sesuai aturan yang ada.
“Boleh saya berkreasi, untuk bersaing dalam perubahan jaman tapi perlu diketahui makna setiap batik tidak boleh dilakukan yakni pakem-pakem itu,” tutupnya. (*)