KOMUNITAS PECINTA KEBAYA INGIN INDONESIA IKUT JOINT NOMINATION UNESCO
Jakarta, 30/11 (Kompas.com) Komunitas pencinta kebaya, Pewaris Kebaya Labuh dan Kerancang menginginkan Indonesia ikut serta dalam pendaftaran kebaya ke UNESCO bersama empat negara ASEAN lainnya. Hal tersebut disampaikan oleh komunitas pencinta kebaya dalam acara Urun Rembug yang berlangsung di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Komunitas yang hadir, baik secara offline maupun online, pun menyampaikan dukungan agar Indonesia ikut bergabung mendaftarkan kebaya bersama empat negara ASEAN, yakni Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sebab, sebagai negara yang serumpun, budaya kebaya di wilayah ASEAN dinilai sangat cair dan setiap negara memiliki kebaya dengan ciri khasnya masing-masing.
Terlebih, dua kebaya Indonesia, Kerancang dan Labuh, juga sudah terdaftar di warisan budaya tak benda (WBTB Nasional) yang memudahkan persyaratan untuk mendaftarkan kebaya Indonesia ke UNESCO. Keinginan tersebut disampaikan secara lisan dan juga melalui kuesioner yang dibagikan kepada 24 komunitas yang meliputi:
1. Pewaris Kebaya Labuh
2. Pewaris Kebaya Kerancang
3. Komunitas perempuan Berkebaya (KPB)
4. Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)
5. Perempuan Indonesia Maju (PIM)
6. Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya (KNIB)
7. Pencinta Sanggul Nusantara
8. Pertiwi Indonesia
9. Cinta Budaya Nusantara (CBN)
10. CIRI 11. RAMPAK SARINAH
12. Institut Sarinah
13. Himpunan Ratna Busana
14. Sekar Ayu Jiwanta
15. Kebaya Tradisi.id
16. Asosiasi Tradisi Lisan
17. Komunitas Diajeng Semarang
18. Komunitas Kebaya Kerancang
19. Warisan Melayu
20. Lembaga Adat Riau
21. Sanggar Lembayung
22. Himpunan Ratna Busana
23. Dewan Kesenian Kepri
24. Cinta Kebaya Budaya (CKB)
Pewaris kebaya Labuh, Mellyana berpendapat bahwa ada persamaan budaya kebaya Indonesia dengan negara tetangga, salah satunya adalah Kebaya Labuh yang mirip dengan kebaya yang ada di Johor dan Malaka. “Kami komunitas kebaya di Riau mendukung agar Indonesia ikut Joint Nomination.” “Pencataan budaya ke UNESCO itu bertujuan safe guarding dan melestarikan budaya tidak ada kaitannya dengan hak milik,” ungkap dia seperti dikutip dari sebuah rilis yang diterima Kompas.com.
Senada dengan itu, Direktur Institut Sarinah, Eva Sundari juga menegaskan, bila kita berkeras kebaya hanya milik Indonesia, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk melestarikan warisan budaya. Sementara anggota Tim Riset Timnas Hari Kebaya sekaligus seorang antropog, D Kumioratih menjelaskan bahwa tujuan pendaftaran kebaya ke UNESCO adalah untuk melestarikan nilai dan budaya dari kebaya, bukan kebaya sebagai benda atau artefak.
“Jadi, sebagai budaya, perlintasan kebaya tentu sangat luas sampai ke negara tetangga,” terangnya. “Justru denga ikut joint nomination menunjukkan jiwa besar Indonesia untuk bersama menjaga dan berbagi budaya,” tambah dia.
Culture sharing kebaya
Belum lama ini aktivis kebaya sekaligus Ketua Bidang Kegiatan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Atie Nitiasmoro juga mengatakan bahwa kebaya merupakan culture sharing. Menurut dia, pendaftaran kebaya ke UNESCO itu bukan nation identity atau nation pride, tapi soal culture sharing supaya budaya itu tidak punah. “Secara pribadi, saya tidak masalah kalau Indonesia bisa ikut bergabung dengan negara lainnya untuk mendaftarkan kebaya, karena kita tidak bisa mengklaim bahwa kebaya itu hanya milik Indonesia,” ujar Atie.
Meskipun penggunaannya tidak sebanyak atau semasif di Indonesia, namun keempat negara tersebut terbukti memiliki kebaya. Bahkan, di Malaysia dan Singapura sudah ada museum kebaya yang memiliki informasi lebih mendalam dibandingkan Indonesia.
“Jangankan museum, yang namanya literatur atau jurnal mengenai kebaya itu Malaysia jauh lebih lengkap,” katanya. “Di Indonesia ada, tapi lebih banyak ditulis oleh orang asing. Yang ditulis oleh orang kita sendiri jumlahnya masih sangat terbatas,” imbuh dia.
Selain ikut mendaftarkan kebaya ke UNESCO, Atie pun berharap kebaya khas Indonesia bisa dilestarikan oleh generasi muda melalui media sosial.