PERAN PEREMPUAN SANGAT BESAR DALAM PELESTARIAN ADAT
Perempuan memiliki peran paling besar dalam pelestarian adat di nusantara. Hal ini antara lain terlihat dari alat ukur atau indeks kemajuan dan pelestarian kebudayaan yang menjadi pegangan pemerintah dalam membuat program-program terkait pelestarian budaya masyarakat adat. Kebaya adalah salah satunya.
“Sudah sangat jelas bahwa posisi perempuan sangat strategis dan mendasar. Soal menjaga warisan kebudayaan, memang ada di tangan perempuan. Perempuan adalah unsur utama untuk pelestarian budaya,” kata Irini Dewi Wanti, Direktur Perlindungan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan dalam acara diskusi bertema Pelestarian Budaya Berkebaya Masyarakat Adat yang diadakan Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), 12 Maret 2023 di Perpustakaan Nasional Jakarta.
Dalam pers release yang diterima Kebaya Indonesia menjelaskan, para penggerak pelestarian kebaya tersebut menggelar rangkaian acara dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret dan Hari Masyarakat Adat yang diperingati pada 13 Maret. Acara yang berlangsung 8-12 Maret 2023 tersebut berupa pameran lukisan, diskusi, bazar, peragaan busana dan lain-lain.
Irini mencontohkan budaya berbusana yang tidak hanya bicara soal warisan, tapi juga perkembangan pemakaian sesuai jaman. Para ibu lah yang pertama mengajarkan anak-anak berbusana, termasuk berkebaya. Karena itu, lanjutnya, pemerintah menyediakan ruang untuk pengembangan dan pelestarian budaya masyarakat adat, termasuk mendorong masyarakat dan komunitas dalam meningkatkan ekspresi terhadap keberadaan adat istiadat nusantara.
Sejumlah program pelestarian budaya masyarakat adat digelar pemerintah, termasuk penyebar-luasan informasi dan publikasi, menjaga ekosistem terkait produk berbasis budaya, membangun karakter serta ketahanan budaya, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik sebagai pelaku, komunitas maupun pendidikan.
Hal senada disampaikan Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, antropolog yang menjabat sebagai Dekan FISIP UI.”Perempuan bukan hanya meneruskan keberadaan adat istiadat, tapi juga memformat kebudayaan sesuai kondisi saat ini,” ujarnya.
Makna keberadaan adat, lanjutnya, tidak mungkin diturunkan bila ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya tidak dipraktekkan. Dalam hal ini, peran perempuan menjadi sangat penting dan perlu didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan komunitas-komunitas pelestari budaya.
Sementara itu Dewi Kunti, Komisi Nasional Perempuan dimana dia menjadi anggotanya, berusaha memperjuangkan keberadaan masyarakat adat, terutama terkait dengan perempuan. Bangsa kita, ujarnya, kehilangan sejarah menghormati perempuan karena terus tergerusnya akar tradisi tersebut.
“Tugas perempuan adalah melestarikan budaya dan adat istiadat kepada generasi muda. Harus ada pendekatan kepada anak muda, bukan hanya perintah agar mereka menjalankan adat istiadat. Beri contoh melalui perilaku, dan berdiskusilah dengan mereka agar dapat memaknai berbagai hal menyangkut adat istiadat,” ujarnya.
Para ibu, lanjut Dewi, memiliki peran besar untuk mentransmisikan pemahaman generasi muda terhadap adat istiadat. Termasuk mengupayakan memori kolektif agar tumbuh kebanggaan terhadap warisan budaya yang dimiliki Indonesia.
Dalam diskusi itu, Mursid yang berasal dari Desa Kanekes, Baduy Luar menjelaskan bahwa pelestarian budaya berkebaya terus dijalankan masyarakat adat disana. Para perempuan baik di Baduy Dalam maupun Baduy Luar mengenakan kebaya sebagai busana sehari-hari mereka.
“Anak saya yang usianya 2 tahun pun setiap hari berkebaya,” ujarnya seraya menambahkan bahwa kebiasaan ini sudah berjalan sejak lama dan terus dijaga kelestariannya. Selain mengenakan kain dengan corak khas Baduy, para perempuan disana juga menggunakan kain tenun bercorak khusus yang dibuat sendiri dengan menggunakan benang pewarna alam dan pewarna buatan. Melalui budaya berbusana ini, ujar Mursid, perempuan Baduy menjaga kelestarian budaya berbusana dan adat istiadat yang diturunkan dari generasi ke generasi.