TENUN ETNIK JATI DIRI BANGSA

Sita Hanymastuti menghimpun para perempuan, menyatukan tekad, visi-misi dalam usaha mensosialisasikan sekaligus melestarikan kekayaan warisan bangsa ini via kain bermotif etnik Nusantara

Jakarta, 19/8 (NextID) Manusia lahir dibedung dengan kain, demikian juga ketika menikah, kainlah yang dililitkan di tubuh pasangan, bahkan helaian kain itu pun menutup jasad ketika tutup usia. Helaian kain juga sebagai penunjuk makna nilai ketika upacara adat digelar di berbagai daerah Nusantara. Lagi, sehelai kain bisa digunakan sebagai pakaian penutup tubuh. Penutup kepala, juga sering  dipadu dengan berbagai pola busana. Kegunaan, fungsi, filosofi, dan makna kain sangatlah dalam, juga beragam.

Lebih jauh lagi bicara soal kain sama artinya bicara tentang”jiwa” manusia Indonesia. Pasalnya, setiap tenun bermotif etnik, punya makna yang berkenaan dengan habit, filosofi, dan makna dari masyarakat di mana kain itu  berasal.

Hamparan kekayaan dari makna dan jenis kain etnik Nusantara ini pada akhirnya mendorong Sita Hanymastuti menghimpun para perempuan di bumi ini menyatukan tekad, visi-misi dalam usaha mensosialisasikan sekaligus melestarikan kekayaan warisan bangsa ini. Maka pada 9 Maret 2014 sekitar 30 orang berhimpun   dibentuklah Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI), di mana Sita terpilih sebagai Ketua Umum.

Bersama pencinta kain menyambut HUT RI ke 77 dengan gerak jalan. Ist

Olah diri dengan lebih bijak menghadapi arus modernisasi, teknologi canggih yang memproduksi berbagai barang dagangan tentu sebuah tantangan bagi Sita, dan para pengurus KCBI untuk tetap konsisiten mensosialisasikan warisan negeri ini.  “Saya yakin masih banyak orang di luar sana yang punya konsentrasi berusaha keras untuk menyelamatkan kain-kain asal daerah di negeri ini, walau mungkin tak tertangkap publikasi. Itu yang terus menyemangati saya,” begitu keyakinan Sita hingga ia tak merasa Lelah untuk terus bergaung tentang kain-kain etnik Nusantara.

Konsentrasi ketertarikan terhadap helai kain ini dikisahkan sejak ia remaja. “Jika ada libur kuliah, saya pasti bikin agenda blusukan ke Pasar Bringhardjo di Yogya. Ngapain coba, ya itu melihat kain-kain yang dijual. Liburan ke depan saya sudah punya agenda lagi, mau hunting kain. Itu terekam di hati dan pikiran saya,” kenang arsitek jebolan Universitas Gajah Mada itu.

Nah, ini yang namanya tresno dalaran kulino (cinta tumbuh karena kebiasaan), dan rasa itu tak pernah menyurut apalagi hilang. Konsentrasi dan mengagumi kain tenun motif etnik itu terus mengikutinya sampai ia harus hijrah ke Jakarta. Bekerja, berkeluarga hingga kini telah memiliki cucu. Soal tenun motif Indonesia tetap menetap di hati.

“Makanya, saya selalu menekankan kepada sahabat di wadah KCBI atau di luar itu, kenalilah kain Nusantara dengan baik. Setelah itu kenakanlah, selanjutnya rasa cinta itu akan muncul. Jika sudah mencintai maka rasa memiliki dengan cara melestarikan, mengembangkan itu akan datang dengan sendirinya,” begitu pendapat Sita lagi.

Cerdas membentuk enerji sukses

Cerdas dan peka so pasti dibutuhkan dalam usaha melestarikan, mempertahankan sekaligus mengembangan kekayaan negeri yang berupa kain.  Dibutuhkan kecerdasan itu sudah tentu dan sikap itu harus melewati proses yang panjang. Nilai akhir sebuah kinerja tentu ditentukan dari sebuah proses. Begitu kan Mbak Sita?

Koleksi kain kuno Leksmono Santoso. Ist

“Oh ya ya, setuju. Saya memilih untuk mengangkat kembali kebanggaan bangsa ini atas potensi seni budaya berwujud kain. Dari Sabang hingga Merauke punya kekhasan. Jika dikenakan maka akan  mengangkat jati diri perempuan Indonesia di mata dunia,” tegasnya.

Hasil dari kerja cerdas itu kini KCBI sudah menyebar di beberapa titik, antara lain Bandung, Bogor Surabaya, Malang Raya, Jember, Lombok, Dompu, Bali, Sumbawa Besar, selanjutnya  telah merambah ke benua Australia dan negara tetangga Singapura. Jika melihat banyaknya kota yang sudah menyatukan langkah untuk berbuat seputar warisan kain Nusantara ini tentu kerja Sita dan para sahabat sudah berbuah. Coba intip apa yang sudah dilakukan oleh kelompok KCBI dalam usaha  memperkenalkan lebih jauh dan membuat orang cinta produk dalam negeri.

“Kami punya sebuah show room di Plaza Semanggi. Di situ bisa dilihat kain-kain yang dimiliki para anggota, juga kain yang dijual. Kami menggelar acara-acara yang sudah diagendakan untuk tujuan membuat orang lebih paham dan cinta dengan kain Nusantara. Misalnya diskusi dengan mengundang pakar, atau pergelaran busana dan semua kain ditampilkan,” ujarnya.

“Juga menggandeng UKM, untuk membantu mereka memasarkan kain mereka. Pernah diadakan sebuah bazar khusus untuk kain lurik. Itu habis semua. Wah, senang banget rasanya,” begitu antara lain upaya Sita dan kawan-kawan menebar, sekaligus menumbuhkan rasa cinta kain dan mengedukasi masyarakat.

Di perjalanan hari tertentu, terlihat anggota dan pengurus KCBI mengajak masyarakat luas melakukan jalan pagi dengan mengenakan kain-kain bermotif etnik Indonesia. Seperti yang dilakukan belum lama ini tepatnya 14 Agustus 2022. Jalan santai bersama itu tentu dalam kaitan perayaan HUT RI ke 77.

Harapan dan agenda kerja Sita masih sangat panjang. Ia menginginkan sebuah kawasan destinasi di mana terbuka untuk umum. Di area itu mereka dapat melihat dan mempelajari lebih dekat kain-kain daerah, karena menurutnya kain-kain inilah salah satu yang mempersatukan bangsa ini.

“Saya ingin saling berbagi pengetahuan tentang budaya dan seni kepada masyarakat luas. Spesifiknya kain bermotif etnik Indonesia. Maka pakailah, kenakanlah, rasakanlah agar cinta itu selalu ada. Dengan begitu kita benar-benar memiliki kekayaan peninggalan lehuhur ini,” demikian harapan Sita Hanumastuty.

Kecerdasan emosi

Diketahui bahwa kecerdasan tak hanya kehebatan kerja otak. Tetapi juga ada kecerdasan emosi, dan kecerdasan hati yang berintekasi dengan pikiran. Dengan begitu kecerdasan hati akan memandu kita menciptakan langkah tak terduga.  Kenyataan itu yang bisa kita lihat dari sikap kerja para penenun di banyak daerah. Hasilnya, hasil kerja mereka mendedahkan kisah panjang tentang kehidupan, tradisi, filosofi sampai acara keagamaan. Salut banget, karena itu ditebar dalam renda benang yang menjadi helaian kain.

Ulos kuno Runjat Sangkar (1920) koleksi Hartono Sumarsono. Ist

Contoh, ulos ditenun tujuannya untuk menjalin kuat jiwa dan roh masyarakat Batak. Karakter adat yang kuat itu terpancar dari kekuatan benang yang dipintal. Setiap lembaran kain punya filosofi masing-masing.

Tapis Lampung yang bermotif kapal, menyiratkan bahwa hidup ini terus mengalir seiring dengan perjalanan waktu. Kain Gringsing dari Desa Tenganan Bali simbol kesehatan. Kain Gringsing satu-satunya kain etnik Indonesia dengan teknik ikat ganda. Tenun Flores, muncul dari daerah Ende Maumere, Ngada, Sikka,  semua merepresentasikan ragam suku dalam eratnya kesatuan anak negeriDemikian halnya untuk kain atau tenunan dari berbagai daerah di negeri ini. Huih, betapa kaya seni budaya tanah Pertiwi.

Kecantikan, keagungan dan kekayaan helai kain tenun motif etnik Nusantara ini ditangkap sebagai sesuatu yang perlu diselamatkan, dirawat, dikaji dalam rentang waktu tertentu, dan salut untuk kebesaran hati dari anak bangsa yang melakukan itu. Antara lain, Ibu Tumbu Ramelan, Ibu Yani Panigoro, Bapak Hartono Sumarsono, Bapak Leksmono Santoso dan pasti sederet nama lain yang peduli dengan tindakan yang sama. Salut untuk mereka. Memegang teguh arti dari Indonesia adalah mutu manikam dunia.

Semoga apa yang dikatakan oleh Thomas Chandler Haliburton berlaku juga untuk negeri ini bahwa, kebahagiaan setiap negara lebih tergantung pada watak penduduknya daripada bentuk pemerintahannya. Setidaknya watak yang tanggap, untuk memelihara, mengembangkan  dan memperkenalkan kepada generasi penerus secara benar kekayaan yang diwariskan oleh leluhurnya. 

Bagaimana menurut Anda artikel ini?
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0
KABAR BUDAYA