MENCOBA KERETA “WHOOSH WHOOSH” DENGAN BERKEBAYA

0leh: Indiah Marsaban

Ketika mendapat tawaran dari teman-teman Komunitas Perempuan Berkebaya untuk ikut Uji Coba Publik naik Kereta Cepat Indonesia China  (KCIC) pada hari Jumat, tanggal 29 September 2023, tentu saya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang langka ini.  Dengar cerita dari beberapa teman lain yang sudah mencoba mendaftar untuk ikut Uji Coba Publik KCIC, mereka tidak pernah berhasil mendapat kuota padahal uji coba ini hanya ditawarkan selama bulan September saja. Oleh karena itu, tak mungkin saya melewatkan kesempatan. mencoba naik kereta cepat pertama di Indonesia secara gratis bersama teman-teman berkebaya.

Tampaknya, memang kita perlu relasi khusus untuk mendapat kesempatan ikut Uji Coba Publik, yakni melalui Komunitas atau Organisasi tertentu dan secara resmi mendaftarkan nama kita sesuai KTP.  Pada hari yang ditentukan, ketika saya tiba di Stasiun KCIC di Halim, sekitar pukul 11.30 sudah ada banyak peserta dari rombongan Kompolnas sebanyak 30 orang dan ibu-Ibu dari Bank Mandiri sekitar 20 orang, sedangkan kami dari Komunitas Perempuan Berkebaya hanya dapat jatah 11 orang.

Tentu saja sesuai nama Komunitas, kami semua wajib memakai kebaya dipadu dengan kain batik karena sekalian kesempatan ini dikaitkan dengan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober. Karena memakai kain-kebaya, rombongan kami mendapat perhatian khusus dari pengunjung di Stasiun Halim, bahkan ada beberapa yang meminta berfoto dengan kami, bagaikan selebriti dadakan.

Karena belum tahu di mana tepatnya lokasi Stasiun Halim itu, kami perlu berkomunikasi melalui Whatspp untuk koordinasi antara 11 peserta “kebayaan” dengan saling berbagi info dan membahas moda transportasi yang bisa dipilih untuk mencapai Stasiun Halim. Namanya memang Stasiun Halim, tetapi tidak satu lokasi dengan Bandara Halim yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat. Bahkan lokasi Stasiun KCIC Halim  berada “jauh” dari Bandara Halim dan terletak di sebrang/pinggir tol Cikampek.

Teman-teman berkebaya yang berasal dari Bogor sepakat menggunakan KRL dari Bogor dan “transit” di Stasiun Cawang, kemudian pindah naik LRT dari Stasiun Cikoko. Tetapi untuk mencapai Stasiun LRT Cikoko harus berjalan kaki melalui jembatan penyebarangan yang khusus menghubungkan Stasiun KRL Cawang dan Stasiun LRT Cikoko. Kedua stasiun ini bisa disebut sebagai “semi-integrated” karena mempermudah konektivitas transportasi umum antara KRL dan LRT.  Karena akses ke jembatan penyebrangan ini berkelok-kelok dan naik turun tangga, maka memakai sepatu yang nyaman adalah keharusan. Betul saja, kami tak ada yang memakai selop berhak tinggi sebagaimana biasanya jika memakai busana kain-kebaya. Semua memakai sepatu “kets” atau sepatu “datar” yang nyaman agar bisa gesit berpetualangan dari stasiun satu ke stasiun yang lain.

Stasiun KCIC Halim luas dan sangat bersih dan terkesan lengang karena memang belum dibuka untuk umum.  Nanti, setelah peresmiannya pada tanggal 2 Oktober, kereta cepat Indonesia yang pertama akan mulai beroperasi untuk umum.  Tarif resminya berkisar Rp250.000-Rp350.000, terdiri dari tiga kelas berkapasitas total mencapai 601 penumpang serta terdapat ruang khusus untuk difabel. 

Jadwal keberangkatan uji coba pada hari itu adalah pukul 14.00 dan diharapkan para peserta sudah registrasi ulang mulai pukul 13.00 di Stasiun Halim. Berbaris tertib dengan menunjukkan KTP masing-masing, atau secara kolektif per Komunitas, semua peserta uji coba mendapat stiker yang ditempelkan di baju sebagai tanda masuk dan menerima “goody bag” berisi snack dan minuman yang boleh dikonsumsi di dalam kereta. Stikernya bertulisan Quality Check: The 1st Indonesian High Speed Railway.

Setelah mendapat stiker dan snack, kami masuk ke area  selasar untuk naik escalator ke lantai 2 di mana ada miniature kereta cepat buatan China itu. Di sini banyak yang heboh ingin berfoto di moncong kereta miniature yang bentuknya aerodinamis, ciri khas kereta “high speed”.

Pada uji coba ini, kami boleh bebas memilih gerbong dan nomor kursi sehingga komunitas kami bisa satu gerbong dengan nomor kursi yang berdekatan. Sejak tiba di Stasiun Halim, sampai duduk di dalam kereta, entah sudah berapa foto yang diambil oleh teman-teman berkebaya seperti tak ada batas memori handphone untuk menyimpan foto bersejarah di atas kereta cepat pertama di Indonesia.

Tepat pukul 14.00 kereta berangkat dengan kecepatan pada menit-menit awal sekitar 146km/jam tetapi beranjak naik pelan-pelan ke 250 km/jam seperti yang terlihat pada “running text information board” di tiap gerbong. Tak ada guncangan apapun bagaikan melayang saja dan suara kereta nyaris tak terdengar karena dirancang kedap suara. Tentu saja tak ada bunyi irama “jug gijag gijug gijag gijug” seperti lagu dangdut yang meniru suara kereta “tradisional”.  Dengan kecepatan maksimum sekalipun mencapai 350km/jam, kereta meluncur senyap dan bila kita melihat ke luar jendela, kita bisa memperhatikan pohon-pohon yang dilewati sekejab saja bagaikan angin kencang seperti whoosh, whoosh whoosh.

Itulah makanya muncul identitas kereta cepat dengan nama WHOOSH yang ternyata singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Handal. Namun para ahli bahasa mengkritik singkatan WHOOSH, karena kata “Handal” bukan bentuk baku bahasa Indonesia. Para pengkritik mengatakan bahwa kata yang baku adalah “andal” bukan “handal” sehingga singkatannya seharusnya WHOOSA. Kalau bunyi “whoosa” seperti mau mengusir ayam dari halaman rumah?

Bagi saya, tidak menjadi soal jika memakai bahasa Indonesia yang tidak baku, karena toh ini nama populer saja sebagai nama lain dari Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Kata “Whoosh” sebagai suatu “yell” bisa dilakukan dengan menggerakkan tangan di depan dada dan posisi telapak tangan terbuka datar seolah-olah melambangkan gerak pesawat terbang.

Mengenai waktu tempuh, kita hanya perlu 25 menit dari Stasiun Halim sampai Stasiun Padalarang dan berlanjut ke Stasiun Tegalluar selama 15 menit sehingga total sekitar 40-45 menit. Di Stasiun Tegalluar, kami sempat turun dari kereta selama 10 menit dan kami kembali ke Jakarta dengan kereta yang sama tetapi kursi nya sudah dibalik menghadap arah Jakarta.

Bila nanti sudah beroperasi penuh, kereta berhenti di Stasiun Padalarang untuk menurunkan penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke kota Bandung menggunakan ‘feeder bus’. Selain pengembangan infrastruktur transportasi publik, kehadiran KCIC turut menunjang peningkatan produktivitas masyarakat di sepanjang trase kereta dengan pengembangan kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD) di setiap area stasiun yakni Stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar. Konsep TOD yang dipadukan dengan kereta cepat diyakini dapat meningkatkan kemudahan akses wilayah, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya, sesuai slogannya “Connecting and Sharing Growth”

Dengan transportasi massal paling canggih di Indonesia yang memungkinkan masyarakat dari satu kota ke kota lain hanya dalam hitungan menit, maka sepatutnya kita sangat bersyukur dan amat berbangga bisa memiliki sistem transportasi cepat pertama di Asia Tenggara.

Terima kasih kepada teman-teman komunitas khusus nya mbak Anny Simanjuntak, Listrya Satyavitri, mbak Lia Natalia yang telah memfasilitasi kami ikut uji coba KCIC pada tanggal 29 September dan membuat petualangan Jakarta-Bandung pp naik si “Whoosh, Whoosh”, bersama teman-teman berkebaya, menjadi sangat menyenangkan dan mengukir sejarah dengan kenangan yang tak terlupakan.

.

Bagaimana menurut Anda artikel ini?
+1
0
+1
0
+1
7
+1
11
AGENDA